Ziarah Ke Makam Syekh Baginda Ali di Desa Baginda Sumedang Selatan

Masuknya tradisi Mataram ke Sumedang adalah berkat upaya Pangeran Angka Wijaya atau Prabu Geusan Ulun seorang Raja Sumedang yang banyak belajar keagamaan dan ketatanegaraan di Kerajaan Pajang , kemudian menyebarkannya agamanya itu melalui tiga orang bekas Senapati di jaman Pangeran Santri  dan Ratu Inten Dewata atau Ratu Satyasih, yaitu Sutra Bandera dan Sutra Umbar  dan saudaranya yaitu Suma Sejati atau Sastra Manggala. Ketiga tokoh tersebut dimakamkan di Makam Sagara manik dan Makam Tajur  Desa Cipancar Kabupaten Sumedang

Sumedang memiliki sejumlah kekayaan budaya yang sangat kompleks. Bukan hanya dalam aspek-aspek seni dan budaya termasuk teknologi, tapi juga yang berkait erat dengan beberapa karakter dan pola pandangan hidup. Banyaknya larangan-larangan adat berupa kabuyutan dan pamali dibeberapa tempat, masih menunjukkan kekhasan sekaligus keganjilan di tengah-tengah kehidupan modern dan corak warna Islam yang cukup berkembang di wilayah ini.

Desa Baginda dan Cipancar yang berjarak sekitar 9 km dari pusat kekuasaan atau kota Sumedang, memiliki nilai-nilai strategis bagi pendalaman dan pengukuhan nilai-nilai adat. Nampaknya di kedua desa ini, Cipancar dan Baginda, tokoh-tokoh ini menyebarluaskan paham tarekah yang diakumulasi dengan kepercayaan Sunda dengan cara mengukuhkannya dengan nilai-nilai adat pamali yang berfungsi bukan hanya sebagai ikatan simbol komunitas, namun juga nampaknya sebagai simbol uji loyalitas atau kesetiaan masyarakat setempat. 

Hal ini terlihat kelak dari sekian jumlah mayoritas masyarakatnya yang berpendidikan, memiliki profesi pekerjaan yang cukup serta memiliki hubungan dengan dunia luar yang cukup terbuka, adat kepercayaan terhadap mitos dan legenda keberadaan dan kebesaran nenek moyangnya tetap saja tidak pernah tergoyahkan, walau dengan paham keagamaan yang rasional sekalipun. Bahkan beberapa ajaran agama Islam telah dilegitimasi untuk memperkukuh kekuatan terhadap paham adat setempat.

Di beberapa tempat masih banyak larangan-larangan yang mencerminkan kuatnya kesetiaan masyarakat setempat untuk ta’at pada kepercayaan orang-orang tua atau karuhun.  

Misalnya di desa Baginda, menyebut bulan Mulud (Rabi’ul Awwal) harus bulan Haji, bagi mereka pantang menyebutkannya, tapi harus diganti dengan “Bulan Haji”.  Menyebutkan “uyah”, mereka tidak berani tapi harus diganti dengan “garam”, padahal secara umum masyarakat Sunda menyebutkannya “uyah”.  

Lain lagi halnya dengan Desa Cipancar, masyarakatnya tidak boleh menyebutkan “ucing”, tapi harus diganti dengan sebutan “enyeng”.  Karena jika dilanggar akan menimbulkan malapetaka bagi masyarakat setempat.

Fenomena yang disebutkan diatas, sampai sekarang masih menunjukkan keajegannya. Melihat lebih jauh, bagaimana lahirnya mitos atau legenda yang muncul di sekitar masyarakat Baginda dan Cipancar ini. Hal ini dikarenakan untuk menghormati nama leluhur masyarakat desa Baginda dan desa Cipancar. 

Tanggal 10 Juli 2017,  saya berziarah ke makam Embah Sutra Mulud atau Syeh Baginda Ali di Astana Pemakaman Umum, Desa Baginda, Kecamatan Sumedang Selatan bersama Yadi teman seikhwan di Tarekat TQN Abah Anom Suryalaya Tasikmalaya.

Tidak banyak kisah sejarah mengenai kisah Embah Sutra Mulud atau Syeh Baginda Ali ini, yang saya dapatkan dari keterangan Juru Kunci Bapak Iyat, menurut ceritanya mengisahkan sedikit sejarah lisan turun temurun tentang Syekh Baginda Ali.

Menurut keterangan Juru kunci Bapak Iyat, Embah Sutra Mulud, masih ada kaitannya dengan Eyang Sutra Umbar dan Sutra Bandera, yang diceritakannya secara turun temurun atau folklore.

Embah Sutra Mulud atau Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Baginda beliau seorang penyebar agama Islam di Kampung Baginda, puteranya Sutra Bandera atau Sastra Pura Kusumah, yang makamnya di Sagara Manik Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan dan nama desa Baginda juga diambil dari nama beliau. 

Embah Sutra Mulud Syekh Baginda Ali atau Haji Baginda mempunyai beberapa nama lain yaitu, Eyang Haji Jaga Riksa, pada masa kebupatian Sumedang dan kesultanan Mataram, yang sejaman dengan pangeran Soeriadiwangsa atau Dipati Rangga Gempol dan Pangeran Rangga Gede atau Dipati Rangga Gede.

Di komplek makam umum Desa Baginda yang di bEnteng ada beberapa makam tua, yaitu : makam Embah Sutra Mulud  atau Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Jaga Riksa atau Eyang Haji Baginda, makam isterinya Embah Sutra Mulud yaitu Nyimas Putri Layang Kancana dan Eyang Galuh Gagah Kancana.

Adapun silsilah Sutra Mulud atau Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Baginda adalah sebagai berikut :
Prabu Nusiya Mulya alias Prabu Raga Mulya Surya Kancana atau Panembahan Pulosari Raja Pajajaran terakhir Pakuan Pajajaran yang bertahta di Kadu Hejo Pandeglang Banten 1567-1579,  selain isterinya Ratna Gumilang ibunya Raden Aji mantri juga mempunyai isteri lainnya yaitu Harom Muthida atau Imas Oo Imahu, dan mempunyai anak, yaitu : 
1. Harim Hotimah, makamnya di Bogor.
2. Sastra Pura Kusumah atau Sutra Bandera, senapati utama di jaman  Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata atau Nyimas Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedang, makamnya di Sagara Manik Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan.
3. Istihilah Kusumah atau Sutra Umbar atau yang sering disebut Embah Ucing, senapati utama di jaman  Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata atau Nyimas Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedang, makamnya di Tajur Desa Cipancar  Kecamatan Sumedang Selatan.
4. Sari Atuhu atau Buyut Eres, yang diperisteri oleh Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar putra Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata atau Nyimas Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedang. Makam Sari Atuhu atau Buyut Eres, di Kampung Cijambu, Desa Jambu Kecamatan Conggeang.
5. Suniasih, diperisteri Jaya Perkasa makamnya di Sagara Manik Kecamatan Sumedang Selatan.
6. Kokom Ruhada atau Buyut Lidah atau Buyut Roro, diperisteri Pangeran Rangga Gede, makamnya di Kampung Cijambu, Desa Jambu, Kecamatan Conggeang. 

Sutra Bandera atau Sastra Pura Kusumah memperisteri Nyimas Hatimah, mempunyai 4 orang anak, yaitu : 
- Anak ke 1 Sutra Mulud atau Syekh Baginda Ali atau Syekh Haji Baginda atau Haji Jagariksa, 
- Anak ke 2 Mara Suda, 
- Anak ke 3 Rohim, dan 
- Anak ke 4 Asidah, diperisteri menjadi salah satu isterinya Pangeran Rangga Gede dan mempunyai anak diantaranya Raden Bagus Weruh atau Rangga Gempol 2 Bupati Sumedang antara 1633 - 1656, yang meneruskan generasi kebupatian Sumedang berikutnya walaupun ada bupati penyelang.

Di komplek makam Baginda ada beberapa makam-makam tua lainnya dengan batu nisan dari batu seperti halnya di Astana Gede Cipancar, diantaranya makam Embah Palacandra, yang mana masih sejaman dengan Sutra Mulud. Lahum'ul Al Fatihah

Demikian ulasan saya tentang makam baginda yang ada makamnya  Embah Sutra Mulud atau Syeh Baginda Ali, makam isterinya Embah Sutra Mulud yaitu Nyimas Putri Layang Kancana , Eyang Galuh Gagah Kancana dan makam Palacandra.

Shema Pun Nihawah


Makam Embah Sutra Mulud (Haji Baginda) di Pemakaman Umum
Desa Baginda Kecamatan Sumedang Selatan

Makam Eyang Galuh Gagah Kancana 


 

Makam Embah Palacandra

Yadi  dan Bapak Iyat Juru Kunci Makam Astana Desa Baginda

Baca Juga :

Tidak ada komentar