Ziarah Ke Makam Sunan Rumenggong

Ini merupakan perjalanan pamungkas di Limbangan Garut pada hari kamis, tanggal 13 juli 2017, bersama para sahabat sarkub nyucruk galur mapay laratan keterkaitan antara Sumedang dengan Limbangan Garut di Makam Sunan Rumenggong atau Prabu Layaran Wangi.

Perjalanan kesini dari makam Prabu Wijaya Kusumah  (Sunan Cipancar) di Astana Pasir limbangan Garut cukup jauh dengan jalan yang pas hanya bisa dilewati satu mobil saja, dengan medan yang sukar dan jalanan menanjak berkelok-kelok karena berada di kawasan Gunung Sangiang Kampung Cileunca, Desa Ciwangi, Kecamatan Balubur Limbangan, Garut. 

Di lokasi tersebut terdapat pula berbagai makam yang disakralkan. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama Makam Sunan Rumenggong (Rakryan Layaran Wangi) atau Makam Sangiang Patra Guru atau Makam Prabu Siliwangi Nerus Bumi dan Makam Kapunduhan.



Antara Cipancar Sumedang Selatan dengan Cipancar Limbangan ada hubungan yang erat yang sama-sama keturunan dinasti Kerajaan Matarum Purba  yang dibatasi Sungai Cimanuk (Kerajaan Kendan - Galuh) dan Sungai Citarum (Kerajaan Tarumanagara - Sunda - Pajajaran).

Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Sunan Rumenggong adalah masih keturunan Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi) dari Nyi Putri Inten Dewata (putra Dalem Pasehan Timbanganten) dan masih saudara dari Sunan Ranggalawe (Ratu Timbanganten), yang makamnya di astana dekat dengan RSUD dr Slamet Garut. 

Sumber resmi Pemkab Garut dan Pemprov Jabar melalui website-nya menyebutkan, awalnya pemegang kekuasaan Limbangan adalah Dalem Prabu Liman Senjaya, cucu dari Prabu Siliwangi dan anak dari Prabu Layakusumah

Prabu Liman Senjaya diganti oleh anaknya yang bernama Raden Wijayakusumah (Sunan Cipancar). Akan tetapi literatur lain menjelaskan, yang disebut sebagai Wijayakusumah I, adalah kakeknya Sunan Cipancar yaitu Sunan Rumenggong.

Kabupaten Limbangan semula merupakan sebuah kerajaan daerah bawahan Kerajaan Besar Pakuan Pajajaran bernama Kerajaan Kertarahayu, yang didirikan Sunan Rumenggong di kawasan Gunung Poronggol Limbangan sekitar 1415 M. 


Sunan Rumenggong bernama asli Jaya Permana atau Jayakusumah I atau Ratu Rara Inten Rakean Layaran Wangi alias Gagak Rancang.

Sumber lain menyebutkan, Layakusumah mempunyai tiga anak dari Ambet Kasih (
Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Rambut Kasih), yaitu : 
1. Hande Limansenjaya Kusumah; 
2. Hande Limansenjaya; 
3. Prabu Wastudewa. 
Hande Limansenjaya Kusumah berputra : Jayakusumah II alias Panggung Pakuan Wijaya Kusumah atau Limansenjaya Kusumah.


Uar Sarsilah Sunan Rumenggong

1. Prb. Jaya Dewata (Sri Baduga Jaya Dewata) menikah dengan Dewi Inten Dewata (Halimah / Nyi Anten), putri Dalem Pasehan Leles Torogong Garut, berputra ;
1. 1. Sunan Dayeuh Manggung
1. 2. Sunan Gordah, beristri Kartika putra no. 1 Sunan Dayeuh Manggung.
1. 3. Siti Maemunah

1. 2. Sunan Gordah menikah dengan Kartika, berputra :
1.2.1. Sunan Ranggalawe
1.2.2. Sunan Patinggi
1.2.3. Sunan Rumenggong / Prabu Jaya Kusumah / Kuwu Kandang Sakti / Rakeyan Layaran Wangi.

1.2.3.3. Sunan Rumenggong menikah dengan Siti Juminten berputra :
1.2.3.3.1. Prabu Munding Wangi (Sunan Cisorok), menikah dengan Nyimas Odah / Mamah Sari Ningrum, putranya pasangan Umah Tria dan nyimas Istimaah,  berputra : 
1.2.3.3.1.1. Prabu Sala langu Laya Kusumah.

1.2.3.3.2. Buni Wangi / Puteri Dalem Emas / Puteri Rambut Kasih, yang diperistri oleh Prabu Sala Langu Laya Kusumah (Munding Laya Dikusumah), berputra :

1.2.3.3.2.1. Santowan Angling Darma (makamnya di Buah Ngariung Curug Emas - Cadas ngampar - Wado Sumedang), menikah dengan Siti Rapiah Mujenar (Asal Talaga), berputra :
1.2.3.3.2.1.1. Amilah
1.2.3.3.2.1.2. Nayawangsa (Adar Hasata)

1.2.3.3.2.2. Prabu Hande Liman Senjaya.
1.2.3.3.2.3.  Prabu Wastu Dewa, menikah dengan Sulastri, berputra Sunardi menikah dengan Nyimas Emi, beputra Nyimas Anikah, yang diperistri oleh Adar Hasata (Nayawangsa), berputra : Dalem Kuda Wreksa (Eyang Moreleng).

Oman Hutama menikah dengan Nyimas Titin Maemunah, beputra : Nyi Raden Tanurang Manik.

Dalem Kuda Wreksa menikah dengan Nyi Raden Tanurang Manik, berputra : Dalem Wangsa Dita 1.

Raden Rahmat menikah dengan Imas Hamilah, berputra Nyimas Wiwin Haryani.

Dalem Wangsa Dita 1 menikahi Nyimas Wiwin Hariyani putra dari Raden Mamat dan Imas Hamilah, berputra :
1. Dalem Soerianagara
2. Dalem Wangsa Dita 2
3. Dalem Surya Dipraja
4. Nyi Raden Nata Karaton.
5. Nyi Raden Raja Karaton.
6. Raden Panghulu Limbangan.
7. Nyi Raden Purba.
8. Raden Wangsa Praja.
9. Raden Wangsa Dinata.
10. Nyi Raden Pandon.

Pangeran Karuhun / Rangga Gempol IV (Mp. 1709 – 1744 M) dari Sumedang menikah dengan Raden Ayu Bano Nagara, berputra diantaranya : Dalem Istri Rajaningrat yang kemudian ditikah oleh Dalem Soerianagara 1 (putra dari Wangsa Dita 1), berputra ;
1. Dalem Kusumah Dinata / Dalem Anom.
2. Dalem Soerianagara 2
3. Dalem Soerialaga.
4. Nyi Raden Ajeng Bano Nagara.
5. Nyi Raden Raja Inten.
6. Nyi Raden Enang.



A. KERAJAAN TIMBANGTEN

Berbicara Kerajaan Kerta Rahayu tidak terlepas dari pecahan Kerajaan TimbangtenBerdirinya Kerajaan Timbanganten merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mandala Dipuntang (Panembong Bayongbong), dimana rajanya Prabu Derma Kingkin sebagai Nalendra terakhir Kerajaan Mandala di Puntang, lalu ia memindahkan pusat kerajaan dari Panembong ke daerah Timbanganten (daerah yang sekarang disebut Tarogong).

Timbanganten merupakan daerah sekitar Gunung Guntur, lantas Derma Kingkin mengganti nama kerajaan Mandala di Puntang menjadi Kerajaan Timbanganten. 

Timbanganten merupakan bagian dari sejarah Jawa Barat dan termasuk wilayah dari Tatar Ukur. Tatar Ukur, menurut naskah Sadjarah Bandung, adalah daerah Kerajaan Timbanganten dengan ibukota di Tegal luar. Kerajaan itu berada dibawah dominasi Kerajaan Sunda Pajajaran.

Berikut ini adalah Raja-Raja Di Kerajaan Timbanganten :
I. Prabu Marajaputra
Dari Sejarah Kerajaan Mandala Puntang, bermula Dari kisah Raja Pajajaran Prabu Siliwangi yang memerintah seorang outranya yaitu Prabu Marajaputra (Sunan Burung Baok), untuk Memimpin suatu Daerah Mandala Puntang (Panembong Bayongbong)

Dari Pakuan Pajajaran Sunan Burung Baok Datang Ke Daerah Mandala Puntang, melalui tepian Sungai Cimanuk. Sunan Burung Baok Juga membawa para pengikutnya dan juga para pandai besi yang berjumlah 800 orang sampai ke suatu yang dinami Munjul. Dalam menjalankan tampuk kekuasaan, beliau dibantu oleh seorang Patih bernama Dalem Pasehan. Prabu Marajaputra tidak lama menjadi Raja Timbanganten, karena ditarik kembali ke Pakuan Pajajaran.

Sayangnya Ia memerintah dengan ketidakadilan, ketidakjujuran, ketidakbijakan dalam mengambil keputusan, sehingga kerajaan dilanda kekacauan. Dan Sunan Burung Baok pun diperintah Prabu Siliwangi untuk kembali lagi Ke Pajajaran. 



II. Permana Diputang (Dalem Pasehan)
Dalem Pasehan diangkat menjadi Raja Timbangten menggantikan Prabu Marajaputra (Sunan Burung Baok).  Sunan Permana Dipuntang mendirikan Ibukotanya yaitu Mandala Puntang di kaki Gunung Galunggung. 

Dalem Pasehan  berputra :
(1). Nyi Mas Ratna Inten Dewata dinikah  oleh Prabu Jaya Dewata Siliwangi, berputra : Permana Dipuntang.
(2) Sunan Santen Lama Dewa atau Sunan Dayeuh Manggung, dimakamkan di Dayeuh Manggung (Boyongbong - Garut). 

Sedangkan Menurut Naskah Sajarah Turunan Timbanganten sebagai berikut : 
Keluarga Bangsawan Timbanganten muncul sejak Dalem Pasehan menjadi Ratu di Kadaleman Timbanganten. Wilayah Kadaleman Timbanganten sekarang mencakup wilayah Kecamatan Tarogong Kaler dan Kidul, Semarang, Leles dan Kadungora (Cikembulan). Dalem Pasehan adalah keturunan dari Ciung Manarah yang lahir di Mandala PutangIa pernah menjadi mertua Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi menikahi anaknya bernama Nyi Mas Ratna Inten Dewata.  Sewaktu menjadi Ratu, Dalem Pasehan menyandang gelar Sunan Permana Diputang. Di akhir hayatnya, ia kemudian menjadi pertapa dan "menghilang" (tilem) di Gunung Satria.  (Naskah  Sajarah Turunan Timbanganten)
Namun sumber lain menjelaskan makamnya Permana Dipuntang (Sunan Permana Dipuntang) masih utuh terpelihara, berdekatan dengan makam Sunan Gordah dan Sunan Tangkil, yang juga masih keturunannya.



II. Sunan Santen Lama Dewa atau Sunan Dayeuh Manggung
Ibunya Adalah Nyai Putri Inten Dewata. Sunan Dayeuhmanggung adalah Raja di Kerajaan Timbanganten. Menurut Naskah Limbangan. Sunan Dayeuhmanggung adalah mertua Prabu Mundingwangi (Sunan Cisorok) putra Sunan Rumenggong.

Sunan Santen Lama Dewa atau Sunan Dayeuh Manggung, Kerajaannya berposisi di Dayeuh Manggung (Boyongbong Garut), berputra : Sunan Derma Kingkin atau Sunan Dermakikin atau Sunan Gordah

III. Sunan Derma Kingkin (Sunan Gordah) 
Sunan Derma Kingkin adalah Raja di Kerajaan  Timbanganten.

Sunan Derma Kingkin memiliki putra, yaitu : 
1. Prabu Salemba Nalendra Sunan Ranggalawe
2. Sunan Kacue, Raja Timbangten penganti Sunan Ranggalawe ditawan oleh belanda dibuang   
2. Dalem Cicabe di Suci Garut,
3. Dalem Cibeureum di Korobokan Limbangan 
4. Dalem Kandang Serang di Cilolohan  
5. Dalem Kowang di Pagaden Subang.

Menurut tulisan Rd.H Abdulah, Pegawai Pemerintah Bandung, ayahnya Rd. Memed Ardiwilaga Bupati Daerah Bandung mulai tahun 1959, menulis :
Sunan Darma Kingkin, Ratu Timbanganten wafat di Cirebon dibunuh oleh utusan Cirebon, dimakaman di dekat Muara Cikamiri, dekat Rumah Sakit Garut.
Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Sunan Rumenggong masih keturunan Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi) dari Nyi Putri Inten Dewata (putra Dalem Pasehan Timbanganten) dan masih saudara dari Sunan Ranggalawe (Ratu Timbanganten).

Menurut Sejarah Limbangan dan Timbanganten, Sunan Derma Kingkin mempunyai 3 orang putra, yaitu :
1. Sunan Ranggalawe (putra Dalem Pasehan Timbanganten).
2. Sunan Rumenggong (Prabu Jaya Kusumah).
3. Sunan Patinggi (Buniwangi Cikuluwut Limbangan).


IV. Sunan Ranggalawe
Sunan Ranggalawe, putranya Sunan Dermakikin (Derma Kinkin / Derma Kingkin) yang menggantikan Sunan Derma Kingkin dan beribukota di Korwabokan. 

Kemudian setelah Sunan Ranggalawe, berturut-turut yang menjadi Ratu di Timbanganten adalah Sunan Kaca (adik Ranggalawe), Sunan Tumenggung Pateon (menantu Sunan Kaca atau putra Sunan Ranggalawe), Sunan Pari (Ipar Sunan Pateon),  Sunan Pangadegan (adik Sunan Pateon) yang dimakamkan di Pulau Cangkuang.  (Naskah  Sajarah Turunan Timbanganten)


B. KERAJAAN KERTA RAHAYU 
I. Sunan Rumenggong, Lahir +/- 1415 M
Menurut Sejarah Limbangan, bahwa Sejarah Keluarga Besar Limbangan Garut, dimulai sejak keberadaan Kerajaan Rumenggong atau Keprabuan Kerta Rahayu, yang rajanya bernama Prabu Rakean Layaran Wangi atau Prabu Jayakusumah. Arti dari kata Rumenggong adalah Renggang atau Anggang, jauh dari Pusat Kerajaan Pajajaran dan Pusat Keraton Galuh Pakuan.

Bila dikaitkan dengan nama Limbangan, Sejarah Keluarga Besar Limbangan Garut, dimulai sejak Keprabuan Galeuh Pakuan (pecahan dari Kerajaam Rumenggong atau Keprabuan Kerta Rahayu) yang dirubah namanya, menjadi Kabupaten Limbangan oleh Adipati Limansenjaya atau Prabu Wjayakusumah atas perintah  Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Cirebon pada tahun 1525 M.


Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Sunan Rumenggong adalah masih keturunan Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi) dari Nyi Putri Inten Dewata  (putra Dalem Pasehan Timbanganten) dan masih saudara dari Sunan Ranggalawe (Ratu Timbanganten).

Sunan Rumenggong mempunyai 3 putra, yaitu :
1. Prabu Mundingwangi atau Sunan Cisorok
2. Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Rambut Kasih, lahir sekitar tahun 1470 M
3. Dalem emas (dari isteri keduanya).
 

Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Putri Rambut Kasih menikah dengan Prabu Laya Kusumah putra Sri Baduga Maharaja dari Ratu Anten. Prabu Laya Kusumah adalah raja di Keprabuan Pakuan Raharja di Cicurug Sukabumi,  sebagai bawahan Kerajaan Pakuan Pajajaran Bogor.

Pada sebagian rundayan silsilah Limbangan, Nyi Rambut Kasih sering dirancukan dengan Nyi Ambet Kasih putra Ki Gedeng Sindangkasih - Cirebon. Nyi Ambet Kasih adalah isteri dan saudara sepupu dari Prabu Jaya Dewata, yang saat itu masih bernama Raden Pamanah Rasa putra Prabu Dewa Niskala. Prabu Dewa Niskala saat itu masih sebagai putra mahkota Kerajaan Sunda Galuh, yang rajanya adalah Maharaja Linggawastu Kancana (1371 – 1475 M) yang berkedudukan di Kawali Ciamis.


Di daerah Sindangkasih Majalengka, ada pula seorang putri yang menjadi Ratu Sindangkasih benama Nyi Putri Rambut Kasih (petilasannya Pasir Lenggik di daerah Sindangkasih Majalengka). Menurut sesepuh di daerah Sindangkasih  Majalengka, Nyi Putri Rambut Kasih adalah putra Prabu Jaya Dewata, yang ketika agama Islam mulai memasuki daerah Majalengka, dia menolak untuk menganut agama Islam. Ratu Sindangkasih bagi masyarakat di Majalengka, terkenal dalam cerita legenda Majalengka .

Menurut riwayat lain, disebutkan bahwa bahwa Sunan Rumenggong dari isteri pertama tidak mempunyai putra, tetapi memelihara Putri Ambetkasih (Nyi Putri Buniwangi), putra Sunan Patinggi Buniwangi.


Dari isteri keduanya Sunan Rumenggong dikaruniai 6 orang putra, yaitu :
1. Dalem Mangunharja (Sunan Galunggung)
1.1.Dalem Singaharja
1.1.1. Nagaparana
2. Dalem Manggunrembung/Prabu Mundingwangi (Sunan Cisorok)
3. Dalem Mangunreksa (Sunan Manglayang)
4. Dalem Manguntaruna (Purbalingga Jawa Tengah)
5. Dalem Emas (Sunan Bunikasih)
6. Dalem Mangunkusumah (Lemah putih Depok)
Menurut riwayat, bahwa pada + tahun 1600 M Nagaparana pernah mengadakan pemberontakan, yang menyebabkan tewasnya Tumenggung Wangsanagara (Sunan Kareseda) putra Prabu Wijaya Kusumah (Sunan Cipancar) di suatu tempat yang sekarang disebut Ragahiyang di Gunung Sadakeling. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Dalem Santowaan cucu Prabu Mundingwangi (Dalem Cibolerang Wanaraja). Setelah wafat Sunan Rumenggong dimakamkan di Kampung Poronggol (sekarang termasuk Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan). Sedangkan saudaranya, Sunan Patinggi makamnya ada di Kampung Nangkujajar Limbangan.



Sumber lain menuliskan sebagai berikut :
Prabu Siliwangi III / Prabu Pucuk Umum Talaga (Raden Ranggamantri), menikah dengan Ratu Dewi Sunyalarang / Ratu Parung, berputra :
1. Prabu Haurkuning
2. Sunan Wanaperih / Raden Arya Kikis (Sunan Ciburang)
3. Dalem Lumaju Agung
4. Dalem Panuntun
5. Sunan Rumenggong / Sunan Umbuluar Santoan Singandaru

Sunan Rumenggong, berputra :
1. Prabu Mundingwangi / Sunan Cisorok (Dalem Manggunrembung), kelahiran: 1550, Prabu di Keprabuan Rumenggong atau Kerta Rahayu
2. Nyi Putri Buniwangi / Nyi Rambut Kasih, kelahiran: 1552.
3. Dalem Emas (dari isteri Keduanya) 
4. Dalem Mangunharja / Sunan Galunggung
5. Dalem Manggunrembung / Prabu Mundingwangi (Sunan Cisorok) 
6. Dalem Mangunreksa (Sunan Manglayang) 
7. Dalem Manguntaruna (Purbalingga Jawa Tengah)
8. Dalem Emas (Sunan Bunikasih)
9. Dalem Mangunkusumah (Lemah Putih Depok)

Putra Sunan Rumenggong No. 2 yaitu: Nyi Putri Buniwangi/Nyi Rambut Kasih diperistri oleh Prabu Laya Kusumah berputra :
1. Prabu Wastu Dewa, berputra : Dalem Singadipati I / Dalem Sudalarang, Raja Kaprabuan Sudalarang
2. Prabu Hande Limansenjaya, berputra : Prabu Wijaya Kusumah / Dalem Adipati Limansenjaya Raja di Kaprabuan Galeuh Pakuan / Sunan Cipancar.


1.1 Sunan Rumenggong Dalam Naskah dan Cerita Sunda
Naskah Kuno Babad Limbangan
Ringkasan isi :
Pada zaman dahulu kala Prabu Layaran Wangi (Prabu Siliwangi) dari kerajaan Pakuan Raharja mempunyai seorang pembantu bernama Aki Panyumpit. Setiap hari Aki Panyumpit diberi tugas berburu binatang dengan menggunakan alat sumpit (panah) dan busur.


Pada suatu hari Aki Panyumpit pergi berburu ke arah Timur. Sampai tengah hari ia belum memperoleh hasil buruannya, padahal telah banyak bukit dan gunung di daki. Sesampainya di puncak gunung, ia mencium wewangian dan melihat sesuatu yang bersinar di sebelah utara pinggir sungai Cipancar. Ternyata harum wewangian dan sinar itu keluar dari badan seorang putri yang sedang mandi serta mengaku putra Sunan Rumenggong, yaitu putri Rambut Kasih penguasa daerah Limbangan.


Peristiwa pertemuan dengan Nyi Putri dari Limbangan dikisahkan oleh Aki Panyumpit kepada Prabu Layaran Wangi. Berdasarkan peristiwa itu Prabu Layaran Wangi menamai gunung itu Gunung Haruman (Haruman = Wangi). Prabu Layaran Wangi bermaksud memperistri putri dari Limbangan. Ia mengirimkan Gajah Manggala dan Arya Gajah (keduanya pembesar Pakuan Raharja).


Aki Panyumpit serta sejumlah pengiring bersenjata lengkap untuk meminang putri tersebut dengan pesan lamaran itu harus berhasil dan jangan kembali sebelum berhasil. Kendatipun pada awalnya Nyi Putri menolak lamaran tetapi setelah berhasil dinasehati Sunan Rumenggong, ayahnya, akhirnya menerima dijadikan istri oleh Prabu Layaran Wangi.


Selang 10 tahun antaranya, Nyi Putri (Rambut Kasih) mempunyai dua orang putra dari Raja Pakuan Raharja, yaitu Basudewa dan
Liman Senjaya. Kedua anak itu dibawa ke Limbangan oleh Sunan Rumenggong (kakeknya) dan kemudian dijadikan kepala daerah di sana. Basudewa menjadi penguasa Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa dan Liman Senjaya, penguasa daerah Dayeuh Luhur di sebelah Selatan dengan gelar Prabu Liman Senjaya.

Di kemudian hari Prabu Liman Senjaya setelah beristri membuka tanah, membuat babakan pidayeuheun (kota) dan lama kelamaan dibangun sebuah Negara dengan nama Dayeuh Manggung. Negara baru ini bisa berkembang sehingga dikenal baik oleh tetangga-tetangganya, seperti Sangiang Mayok, Tibanganten, Mandalaputang. Dayeuh Manggung terkenal karena keahlian dalam membuat tenunan. Rajanya yang lain yang termashur adalah Sunan Ranggalawe.

Keterangan : 

Nama pemegang naskah : R. Sulaeman Anggapradja, Tempat Naskah : Jalan Ciledug 225 Kel. Kota Kulon. Kec Garut Kota, Asal naskah : warisan, Ukuran naskah : 20.5 x 32 cm, Ruang tulisan : 17 x 17 cm, Keadaan naskah : baik, Tebal naskah : 16 Halaman, Jumlah baris per halaman : 39 baris, Jumlah baris halaman awal dan akhir : 39 dan 23 baris, Huruf : Latin, Ukuran huruf : sedang, Warna tinta : hitam, Bekas pena : agak tajam, Pemakaian tanda baca : ada, Kejelasan tulisan : jelas, Bahan naskah : kertas bergaris ukuran folio, Cap kertas : tidak ada, Warna kertas : putih, Keadaan kertas : agak tebal, halus, Cara penulisan : timbal balik, Bentuk karangan : puisi.

 

1.2 Carita Ti Limbangan :  
Prabu Munding Wangi Raja Pamungkas Galih Pakuan

Prabu Munding Wangi Raja Pamungkas Galih Pakuan, Karajaan Galih Pakuan anu perenahna di wewengkon Kacamatan Limbangan Kabupatén Garut, sanajan leutik tapi boga umur anu panjang, geus aya ti abad 5 kénéh, diadegkeun ku Prabu Srimatikan Wrédikandar atawa Prabu Rumpah, turunan Tarumanagara.  Ari rajana anu pamungkas, katelahna Prabu Munding Wangi, makamna aya di ponclot Gunung Pabéasan, wewengkon Selaawi, Kabupatén Garut.

Pabéasan téh hiji ngaran gunung di wewengkon tonggoheun Kacamatan Selaawi, Kabupatén Garut. Kaasup gunung anu luhur da lamun urang aya di ponclotna, padataran handap Limbangan kaawaskeun kalawan écés. Di ponclotna aya makam kuna. Henteu kaurus da arang aya jalma anu ngalanto ka lebah dinya ari teu penting-penting teuing mah. Mun ku anu saliwat, moal kabireungeuh makam, sabab ukur gundukan batu, kitu gé geus marisah. Kaayaanana kacida barala ku rungkun, alimusa jeung tangkal cucuk. Tapi da loba urang Selaawi jeung Limbangan anu ngarasa yakin yén éta téh makamna Prabu Munding Wangi.

Ari Prabu Munding Wangi téh, taya lian iwal ti raja pamungkas Karajaan Galih Pakuan (1690-1695 Maséhi). Ngaran aslina mah inyana téh Sriyadipasti. Sriyadipati atawa Prabu Munding Wangi téh putrana Sunan Rumenggong ti geureuha nu namina Walanis Wangi atawa Wahli Sartiningsi.

Walanis Wangi téh ogé mangrupa raina Prabu Adipatékan Jayakencana, nyaéta raja Karajaan Galih Pakuan saméméh Prabu Munding Wangi. Ku sabab Prabu Adipatékan teu boga turunan lalaki, singgasana karajaan téh ahirna dipasrahkeun ka alona atawa putrana pasangan Sunan Rumenggong jeung Walanis Wangi, nyaeta
Sriyadipati atawa Prabu Munding Wangi.

Karajaan Galih Pakuan téh bisa jadi karajaan nu umurna kawilang kolot di tatar Sunda. Ngadegna abad 5 atawa taun 4 ratusan masehi, eureun-eureun taun 1695 sabab dina taun éta pangaruh Mataram asup, jeung nagara dirobah jadi kabupatian. “Karajaan mah terus hirup ngan teu kaambeu ku umum,” ceuk Sunan Rumenggong tina catetan-catetan tradisional. Teu kaambeu ku umum, atawa kurang katalingakeun ku balaréa, sabab sanajan umurna kawilang panjang tapi Galih Pakuan Karta Rahayu Limbangan, lain karajaan badag jeung salila ngadeg, sasat teu ngalaman kajadian-kajadian badag.

Sanajan umurna jauh leuwih kolot batan Pajajaran tapi basa Pajajaran ngadeg mah, Galih Pakuan Karta Rahayu Limbangan téh kaéréh ka Pajajaran. Galih Pakuan Karta Rahayu Limbangan boga kawajiban nganteurkeun séba ka Pakuan dina saban aya acara Kuwérabakti. Sanggeus Islam sumebar ka mana-mana, Galih Pakuan Karta Rahayu Limbangan, tetep hormat ka Pajajaran, ku jalan teu ngeureunkeun séba.

Padahal ti jaman Prabu Handé Liman Sanjaya, (putra Sri Baduga Maharaja), sacara pamaréntahan, Galih Pakuan geus leuwih déngdék ka Cirebon, batan milih biluk ka Pajajaran, sanajan ari amba rahayatna mah kabagi dua. Hartina, aya anu mémang milu déngdék ka Cirebon tapi ogé aya anu tetep satia-satuhu ka Pajajaran. Ti antara maranéhna, kungsi aya patelak urusan ieu, ngan henteu ari jadi patelak badag mah. Ongkoh sanajan milih biluk ka Cirebon, pamaréntahan Galih Pakuan Karta Rahayu heunteu ngamusuhan Pajajaran.

Sunan Rumenggong, datang ti wewengkon Timbanganten, milu nyebarkeun Islam di wewengkon Galih Pakuan Karta Rahayu. Loba urang Galih Pakuan Karta Rahayu Limbangan anu pindah agama, tapi aya anu keukeuh satia-satuhu kana agama karuhun. Tapi ku Sunan Rumenggong teu dikukumaha, teu dipaséaan.

“Da ari enas-enasna mah kabéh ogé tunggal sadulur, jadi tong alatan béda kayakinan jadi pacogrégan,” saur Sunan Rumenggong harita. Tapi kilangh kitu cenah, kungsi ari aya papaséaan tepikeun ka timbul galungan mah.

Ngan mimitina tina urusan dadagangan. Sawaktu aya sabubuhan padagang muslim ti Timbanganten ka Galih Pakuan Karta Rahayu Limbangan, timbul patelak urusan nangtukeun tata-cara dagang. Ceuk ieu kudu ku cara tradisi karuhun tapi ceuk itu kudu ku tata-cara Islam, atuh sasama padagang béda paham agama téh paraséa, tilu bulan lilana aya riweuh-riweuh di Galuh Pakuan Karta Rahayu sabab padagang urang Timbanganten, ngeprak balad ti Timbanganten. Eureun-reun sotéh ku kasadaran masing-masing pihak wé. Jiga ceuk ucapan Sunan Rumenggong téa, yén dina enas-enasna mah kabéh gé tunggal sadulur sanajan béda paham kayakinan ogé.

Sunan Rumenggong ogé datangna ti Timbanganten ka Galih Pakuan téh, niatna mah jual-beuli, ngan selang-selang ti éta sok nyebarkeun agama. Malah ku sabab ari di kalangan pamaréntahan mah, pangagung téh loba anu geus muslim, atuh Sunan Rumenggong ogé loba hubungan jeung pangagung, tepikeun ka ahirna nikah ka raina Prabu Adipatékan, nyatana Nyi Walanis Wangi. Malah ahirna, nya putra ti ieu pasangan anu kahareupna ngagantikeun raja, Prabu Munding Wangi atawa Sriyadipati téa. Hanjakal, karajaan sanggeus dirajaan ku Prabu Munding Wangi, ukur nyésakeun umur salila lima taun (1690 - 1695).

Nu jadi masalah, robahna pajamanan karasa pisan héabna. Mataram ajeg-pengkuh di wilayah Priangan, nancebkeun adeg-adeg pamaréntahan anyar. Tina karajaan, Galih Pakuan robah jadi kabupatian. Kitu gé ngaran Galuh Pakuan Karta Rahuyuna mah leungit, nya robah jadi Kabupatian Limbangan.

____________________
Aan Permana Merdeka, Dicutat tina Majalah Ujung Galuh No. 13


II. Prabu Munding Wangi (Sunan Cisorok)
Nama beliau pun sering dirancukan dengan Prabu Mundingwangi atau Prabu Munding Surya Ageung (Raja Maja) putra Prabu Jaya Dewata, saudaranya Ratu Sindangkasih, sebagaimana telah disebutkan di atas.


Kembali kepada Prabu Mundingwangi putra Sunan Rumenggong, bahwa beliau menggantikan ayahnya menjadi Prabu di Keprabuan Rumenggong atau Kerta Rahayu. 


Menurut Rd. Soemarna, ada kemungkinan beliau memindahkan pusat pemerintahannya dari Kertarahayu ke Dayeuh Manggung (Desa Selaawi) dan menikahi putri Sunan Dayeuh Manggung saudaranya Sunan Gordah dan mempunyai putra : Prabu Salalangu Laya Kusumah.


Setelah wafat Prabu Mundingwangi dimakamkan di daerah Cisorok – Selaawi dan terkenal dengan sebutan Sunan Cisorok. Kerajaan Rumenggong dilanjutkan oleh Prabu Salalangu Laya Kusumah.



III. Prabu Salalangu Layakusumah Lahir + 1485 M Sepeninggal Prabu Mundingwangi (Sunan Cisorok), Keprabuan Kerta Rahayu dilanjutkan oleh putranya, yaitu Prabu Salalangu Layakusumah. Menurut Silsilah menak-menak Limbangan, beliau adalah kakek dari garis ibu Prabu Wijayakusumah atau Sunan Cipancar. Prabu Laya kusumah adalah suami Nyi Putri Buniwangi putra Sunan Rumenggong.

Setelah Prabu Salalangu Layakusumah wafat diganti oleh putranya Dalem Santowaan atau disebut juga Santowaan Nusakerta.


IV. Dalem Santowaan Lahir +/- 1505 M
Dalem Santowaan menggantikan Prabu Salalangu Layakusumah, tetapi tidak di Keprabuan Kerta Rahayu, karena wilayah Keprabuan Kerta Rahayu telah dibagi tiga wilayah, yaitu Kaprabuan Galh Pakuan, Kaprabuan Sudalarang dan Kadaleman Cibolerang Wanaraja.


Kaprabuan Galih Pakuan, dipimpin oleh Dalem Adipati Liman Senjaya atau Prabu Wijayakusumah (Sunan Cipancar), yang menggantikan ayahnya Prabu Hande Limansenjaya. Wilayahnya meliputi yang sekarang termasuk Kecamatan Limbangan, Cibiuk, Leuwigoong, Selaawi, Malangbong, Karangtengah, Cibatu , Wanaraja dan Karangpawitan.


Kaprabuan Sudalarang, dipimpin oleh Dalem Singadipati I, yang menggantikan ayahnya Prabu Wastu Dewa. Wilayahnya meliputi yang sekarang termasuk Kecamatan Sukawening dan Karangtengah Kab. Garut.


Dalem Santowaan memimpin Kadaleman Cibolerang Wanaraja. Pusat Kadalemannya, adalah di suatu tempat antara Cibolerang dan Bojongsari (arah sebelah Barat Daya Kampung Cinunuk Hilir, Wanaraja). Wilayah Kadaleman Cibolerang meliputi yang sekarang termasuk wilayah Cipicung, Banyuresmi, Cinunuk - Wanaraja, Cimurah, Calingcing dan Suci Karangpawitan.

Ada kemungkinan makam yang berada di sana, adalah makam Dalem Santowaan dan isterinya. Makam tersebut sampai sekarang tidak ada yang memelihara atau mengurusnya.

Menurut Sajarah Limbangan, Dalem Santowaan mempunyai 5 orang putra, yaitu :
1. Dalem Nayawangsa
2. Dalem Wangsareja
3. Kyai Gede Papandak (Distrik Wanaraja)
4. Kyai Gede Dadap Cangkring (Distrik Wanaraja)
5. Kyai Nawu



Makam Sunan Rumenggong

___________
Referensi :
1. Naskah Sunda Kuno - Sajarah Turunan Timbanganten
2. Kerajaan Timbangten - Blog : https://gemasundagarut.wordpress.com/2012/07/30/kerajaan-kerajaan-di-tatar-garut
3. Sejarah Keluarga Besar Limbangan - Blog : http://limbangangarut.com/article/93457/sejarah-keluarga-besar-limbangan.html

Baca Juga :