Waduk Jatigede akan Jebol dalam Uga Keuyeup Bodas dan Wangsit Siliwangi?


Ramalan tentang Waduk Jatigede Jebol itu bukan hanya teramalkan dalam Uga Keuyeup Bodas Resi Aji Putih :  

“Jatigede dikeueum bakal ngahudangkeun Keuyeup Bodas anu bakal ngabobol bendungan, Cipelang Cikamayangan, Bandung Heurin Ku Tangtung, Sumedang Ngarangrangan, Kadipaten Kapapaten, Tomo Totolomoan, Cirebon Kabongbodasan, Ujungjaya Ujung Kajayaan, Warung Peti Tempat Mayit, dll”. 

Yang Artinya: Jatigede apabila digenangi akan membangunkan kepiting putih yang akan menjebol bendungan, rupanya yang dimaksud Kepiting Putih adalah Sesar Baribis, Lembang, dan Cimandiri yang nyambung dan membentuk lengkung seperti kepiting.


Selain dalam Uga Resi Aji Putih juga teramalkan dalam Wangsit Siliwangi, Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang!” Terjemahannya Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan ambrol! Silahkan pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!

Hasil Kajian Geologi DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan Lingkungan Tatar Sunda) : Disarankan  pembangunan waduk Jatigede dibatalkan, mengingat adanya gangguan neotektonik (pergeseran sesar, gempa-bumi, pembentukan push-up swells/sembulan) yang akan terjadi, sehingga mungkin akan mengakibatkan pecahnya tanggul akibat gempa dan pergeseran sesar-sesar dan pedangkalan dasar waduk yang terus menerus akibat proses pembubungan akibat push-up swells (sembulan). Juga perlu diperhitungkan banyaknya/volume dan kecepatan sedimentasi (pengendapan) aluvial dan eluvial. Apabila volume dan kecepatan sedimentasi besar akan terjadi penumpukan sedimen aluvial dan eluvial yang besar dan cepat, sehingga terjadi pendangkalan waduk secara cepat.

Berikut ini Resume Analisa Geologi Jatigede dari DPKLTS :

RESUME STUDI STRUKTUR GEOLOGI KUALITATIF, RENCANA BENDUNGAN JATIGEDE JAWA-BARAT
1. Lokasi rencana pembangunan Bendungan Jatigede, terletak antara kota Kadipaten dengan Cimalak (Sumedang). Tepatnya pada koordinat geografi 108o5’45”BT & 6o51’30”LS (lihat gambar A).
2. Berdasarkan analisis dari peta geografi, topografi, peta geologi, peta anomali gaya-berat dan Landsat TM, secara kasar dapat dibuat peta Struktur Geologi daerah Jawa-Barat (lihat gambar B dan C).

3. Lokasi rencana Bendungan Jatigede tersebut, dikontrol oleh beberapa sesar mendatar permukaan (cover fault) yang berarah NE-SW (timurlaut-baratdaya), NNE-SSW (utara-timurlaut – selatan-baratdaya), NW-SE (baratlaut-tenggara) dan sesar mendatar dalam (basement/ deep-seated strike-slip fault) dengan arah NW-SE (baratlaut-tenggara), lihat gambar B dan C. Maximum principal stress / tegasan utama terbesar (1) yang mengontrolnya untuk saat ini (Resen) kurang lebih N-S (utara – selatan).

4. Berdasarkan Peta Zonasi Sumber Gempa-bumi (gambar D), Jawa-Barat, rencana pembangunan Waduk Jatigede, terletak pada Zona gempabumi Purwakarta-Subang-Majalengka-Kuningan-Bumiayu (gambar D). Di dekat rencana pembangunan Waduk Jatigede, dekat Majalengka pernah terjadi gempa besar dan merusak pada tahun 1912 dan tahun 1990, yang terjadi akibat pergesaran pada zona sesar dalam (deep-seated dextral strike-slip fault) yang berarah (NNW-NW) – (SSE-SE) (gambar D) atau tepatnya berarah N323oE – N143oE (Gambar D dan E). Artinya apabila sesar ini bergeser lagi, maka akan terjadi gempa lagi, dan bendungan akan tergeser oleh sesar ini dan juga terguncang oleh gempa. Akibat lanjut bendungan mungkin akan jebol.

5. Secara skematis-detail, lokasi rencana bendungan Jatigede dikontrol oleh sistem 7 sesar makroskopis, (gambar E1), yaitu :
- A1 : Sesar mendatar Ciwaringin-Karangampel (N55oE-N225oE), transpressional sinistral strike-slip fault.
- A2 : Sesar mendatar Kadipaten-Arjawinangun (N55oE-N225oE), transpressional sinistral strike-slip fault.
- B : Sesar mendatar Majalengka-G.Guntur (N60oE-N240oE), transpressional sinistral strike-slip fault.
- C : Sesar mendatar Conggeang-Panawangan (N312oE-N132oE), transpressional dextral strike-slip fault.
- C1 : Sesar mendatar Kadipaten 1 (N312oE-N132oE), transpressional dextral strike-slip fault.
- C2 : Sesar mendatar Kadipaten 2 (N312oE-N132oE), transpressional dextral strike-slip fault.
- D : Sesar mendatar dalam (deep-seated fault) Pamanukan-Banjar (N323oE-N143oE), deep-seated dextral strike-slip fault.


6. Apabila struktur sesar C1 dan C2 , bersifat sebagai struktur tutupan (positive dilational jog), dengan struktur koridor pembatas A1, A2 maka daerah yang dibatasi oleh sesar A1, A2, C1 dan C2 (dimana terdapat rencana bendungan Jatigede) akan merupakan push-up swells / pop-up (sembulan) lihat gambar E2. Artinya apabila sesar-sesar A1, A2, C1 dan C2 tersebut aktif bergesar lagi (reaktifasi), dasar bendungan Jatigede akan naik / pembubungan / mengalami pendangkalan yang terus menerus. Dan juga tanggul bendungan akan retak-retak yang akan mengakibatkan mengalami kebocoran.


7. Apabila struktur sesar C1 dan C2 , bersifat sebagai struktur bukaan (negative dilational jog), dengan struktur koridor pembatas A1, A2 maka daerah yang dibatasi oleh sesar A1, A2, C1 dan C2 (dimana terdapat rencana bendungan Jatigede) akan merupakan pull-apart basin (amblesan) lihat gambar E3. Artinya apabila sesar-sesar A1, A2, C1 dan C2 tersebut aktif bergesar lagi (reaktifasi), dasar bendungan Jatigede akan turun / amblesan / mengalami pendalaman yang terus menerus. Dan juga tanggul bendungan akan retak-retak yang akan mengakibatkan mengalami kebocoran.

8. Pembentukan push-up swells/pop-up (sembulan) kemungkinannya lebih besar terjadi dari pada pembentukan pull-apart basin (amblesan).

9. Disarankan rencana pembangunan waduk Jatigede dibatalkan, mengingat adanya gangguan neotektonik (pergeseran sesar , gempa-bumi, pembentukan push-up swells/ sembulan) yang akan terjadi, sehingga mungkin akan mengakibatkan pecahnya tanggul akibat gempa dan pergeseran sesar-sesar dan pedangkalan dasar waduk yang terus menerus akibat proses pembubungan akibat push-up swells (sembulan).

10. Juga perlu diperhitungkan banyaknya/ volume dan kecepatan sedimentasi (pengendapan) aluvial dan eluvial. Apabila volume dan kecepatan sedimentasi besar akan terjadi penumpukan sedimen aluvial dan eluvial yang besar dan cepat, sehingga terjadi pendangkalan waduk secara cepat.

Article Koran Tempo yang membahas Ancaman dari Cimandiri Hingga Baribis:
Sumber: (Koran Tempo, Rabu 6/04/2011) http://kiq25.wordpress.com/…/ancaman-dari-cimandiri-hingga…/


Sesar Cimandiri dan Lembang Punya Potensi Bahaya di Jawa Barat

Peta Jawa Barat Yang Berpotensi GempaWarga yang tinggal di pesisir selatan Kabupaten Cilacap dan Ciamis panik. Maklum, Senin lalu pukul 03.16 WIB terjadi gempa dengan episentrum 293 kilometer barat daya Cilacap.

Badan Metreologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, gempa itu berkekuatan 7,1 pada skala Richter di kedalaman 10 kilometer. Adapun Badan Geologi Amerika Serika (USGS) mencatat, gempa tersebut berkekuatan 6,7 magnitudo, dengan kedalaman sumber gempa 24 kilometer. Tsunami yang dikahawatirkan ternyata tidak terjadi.

Tim pakar gempa ITB dalam diskusinya menyebut pusat gempa berada di dalam lempeng di dalam Hindia-Australia yang bergerak turun. Jadi bukan pada zona tumbukan atau subduksi lempeng ini dengan lempeng Eurasia, seperti yang terjadi pada lindu dan tsunami Pangandaran 2006 dan gempa Tasikmalaya pada tahun 2001.

“Gempa Senin lalu terjadi di sesar turun, ini pola yang menarik”, kata peneliti dari Teknik Geodesi ITB, Irwan Meilano. Jika terjadi pada saat sesar naik, gempa dapat mengakibatkan tsunami. Menurut Irwan, lokasi gempoa pada sesar turun itu berdasarkan kecuraman bidang gempa. USGS mencatat sudut bidang gempanya lebih dari 40 derajat. Kalau di bidang kontak tumbukan dua lempeng, ujar dia, biasanya di kemiringan 12 derajat.

Sesar atau patahan adalah retakan sepanjang blok pada kerak bumi. Pada kedua sisi, sesar bergerak satu sama lain dengan arah yang parallel dengan retakan tersebut. Patahan ini menjadi berbahaya jika aktif. Pada waktu gempa Yogyakarta, mei 2006, sesar Opak-dari Bantul hingga Klaten-ikut bergerak, sehingga tibuan rumah di sepanjang patahan itu roboh.

Di Jawa bagian barat, terdapat sejumlah sesar yakni Ujung Kulon, Cimandiri, Lembang, Baribis, Tomo, dan Bumiayu. Di antara sesar tersebut, patahan Lembang mulai menjadi sorotan. Bukan apa-apa, patahan aktif ini dikelilingi hunian padat, terutama di kawasan Lembang.

Nun di bawah, lebih dari 3 juta penduduk di wilayah cekungan Bandung ikut terancam geliat gempanya. Potensi maksimal kekuatan gempa patahan ini diperikirakan berkisar 6-7 magnitudo. Ujung sesar Lembang sepanjang 22 kilometer adalah Gunung Palasari, terus melewati daerah Batunyusun, Gunung Batu, Observatorium Bosscha, Cihideung, dan ujung baratnya di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

Seluruh bagian tersebut terangkat 300-400 meter. Adapun disebelah utara “garis” patahan cenderung bergerak turun. Dari hasil citra satelit, patahan berjenis normal tersebut berbentuk nyaris lurus. Pakar gempa, Danny Hilman Natawidjaja, mengatakan tingkat kerusakan bangunan setara dengan percepatan gravitasi lindu 0,3-0,4 G. “Gempa di Bandung bisa seperti di Yogyakarta pada tahun 2006,” ujarnya saat kuliah umum di ITB bertajuk “Sesar Lembang dan Hubungannya dengan Masyarakat Bandung”, Jum’at pekan lalu.

Selain padat penduduk, kesamaan Bandung dan Yogyakarta adalah kotanya dibangun di atas tanah endapan. Selain labil, jenis tanah ini berpotensi memperbesar getaran gempa dari titik asalnya. Peneliti dari Geoteknologi LIPI tersebut juga khawatir peristiwa gempa Kobe, Jepang, pada terjadi di ibu kota Jawa Barat itu. Sama-sama punya pergerakan sesar 2 milimeter per tahun, bencana di Kobe baru terjadi setelah gempanya tertidur lama. “Di Kobe, tidak ada gempa sejak 2.000 tahun kebelakang, tahunya jebret 2005,” katanya.

Adapun sejarah kegempaan sesar Lembang pada masa lampau sejau ini masih diteliti rekannya, Eko Yulianto, yang menggali empat lubang di Cihideung dan Kampung Sukamulya.0 tahun lalu,” katanya. Dan Semuanya berada tepat di atas jalur patahan Lembang.

Dari lapisan tanah sedalam 1,5 – 2 meter, Eko menemukan tanah termuda berusia 500 tahun di kedalaman 80 sentimeter. “Diperkirakan gempa paling besar terakhir pada 400-60berapa waktu lalu, ia memperkirakan kekuatan gempa yang pernah terjadi berkekuatan 7 pada skala Ricther.

Sejarah gempa patahan Lembang boleh dibilang masih nihil. Namun peneliti dari pusat Survei Geologi Badan Geologi, Engkon Kertapati, punya riwayat lain. Menurut dia, sesuai dengan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, pada Juni 2003 pernah terjdi gempa dangkal dipatahan Lembang dengan kedalaman 10 kilometer yang berada di daerah Cihideung. “Besarnya 5,4 skala Richter, dan menurut laporan lisan, merusak beberapa rumah warga disana,” ujarnya.

Pergerakan patahan Lembang juga masih belum terang, apakah bersamaan atau terbagi dalam beberapa segmen. Eko Yulianto menduga gempa berskala 7 terjadi karena sesar bergerak bersamaan. Kondisi di bawah tanah patahan juga belum diketahui, apakah ada bagian yang terkunci atau merangkak lambat (creep).

Menurut Eko, patahan Lembang bergerak karena dorongan lempeng Hindia-Australia dari selatan dan tertahan lempeng Eurasia dari utara, seperti halnya di Sumatera. Karena tak kuat menahan desakan patahan itu akan menimbulkan gempa.

Para ahli telah memasang alat perekam gempa dan global positioning system. Menurut Irwan Meilano, pergerakan sear Cimandiri ternyata dua kali lebih besar disbanding sesar Lembang, yaitu 4 milimeter per tahun. Potensi kekuatan maksimal gempanya dari hasil pemodelan diperkirakan mencapai M 7,2.

Engkon Kertapati menjelaskan, berbeda dengan Lembang, bentuk sesar Cimandiri terputus-putus menjadi beberapa segmen. Mulai Pelabuhan Ratu, Cianjur, lalu ke segmen Rajamandala.

Menurut Engkon, yang menjadi anggota tim Peta Gempa Indonesia 2010, sesar Cimandiri setinggi rata-rata 15 meter bergerak normal dengan geseran. Kecepatannya, dalam hitungan Engkon, lebih lambat ketimbang Lembang, yaitu 0,6 – 1,4 milimeter per tahun.

Tercatat pernah ada tiga gempa di patahan itu, yaitu di Cimandiri pada 1982, 1844 di Cianjur, dan 1910 di Rajamandala. Namun, kekuatan gempa dan dampak kerusakannya. Kata sarjana geologi Universitas Padjajaran tersebut, sejauh ini belum diketahui.

Adapun patahan Baribis, yang belum diakui sebagai ancaman gempa di peta nasional, berbaris melengkung putus-putus dari arah barat ke selatan.

Menurut Engkon, tercatat ada lima kali kejadian gempa di daerah patahan itu : Karawang pada 1862, Sumedang 1972, Cirebon 1853, Majalengka 1991, dan Kuningan 1875.

Para ahli sependpat yang paling penting dari paparan peta ancaman gempa adalah kesiapan masyarakat dan pemerintah dalam membangun gedung, rumah, serta infrastruktur lainnya agar tahan gempa. Paling tidak, hunian tak runtuh seluruhnya.

Baca Juga :

Tidak ada komentar